Sunday, November 27, 2011

REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

Pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah sebagai amanat
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dijabarkan pada Perpres
(Peraturan Presiden) No. 7 Tahun 2005 tentang RPJMN (Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional) Tahun 2004—2009 pada
Bab 13 Bidang Revitalisasi Proses Desentralisasi dan Otonomi
Daerah. Dalam bab tersebut telah diamanatkan beberapa program
yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah, yaitu terkait (1) program
penataan peraturan perundang-undangan mengenai desentralisasi dan
otonomi daerah; (2) program peningkatan kerja sama antar
pemerintah daerah; (3) program peningkatan kapasitas kelembagaan
pemerintah daerah; (4) program peningkatan profesionalisme aparat
pemerintah daerah; (5) program peningkatan kapasitas keuangan
pemerintah daerah; serta (6) program penataan daerah otonom baru
(DOB).
13 - 2
I. Permasalahan yang Dihadapi
Di dalam pelaksanaan RPJMN Tahun 2004—2009 bidang
revitalisasi proses desentralisasi dan otonomi daerah, terkait dengan
penataan peraturan perundang-undangan mengenai desentralisasi dan
otonomi daerah, permasalahan yang masih dihadapi hingga akhir
semester 1 tahun 2008, di antaranya (1) masih terdapat beberapa
peraturan pelaksana UU No. 32 tahun 2004 yang belum tersusun,
yaitu 6 PP (Peraturan Pemerintah) dan 1 Perpres dari 27 PP, 2
Perpres dan 2 Permendagri (Peraturan Menteri Dalam Negeri) yang
diamanatkan; (2) masih terdapat 1 peraturan pelaksana UU No. 33
tahun 2004 yang belum diterbitkan, yaitu PP tentang Pengelolaan
Dana Darurat; (3) munculnya permasalahan terkait
ketidakharmonisan antara peraturan perundang-undangan sektoral
dan peraturan perundangan mengenai desentralisasi dan otonomi
daerah sehingga menyebabkan kesulitan dalam pelaksanaan
peraturan perundang-undangan oleh pemda; serta (4) masih belum
optimalnya pelaksanaan desentralisasi di daerah-daerah yang
memiliki karakteristik khusus dan istimewa karena belum tersusun
dan tersosialisasikannya peraturan perundangan yang mengatur
pelaksanaan desentralisasi di daerah-daerah tersebut.
Permasalahan dalam program peningkatan kapasitas
kelembagaan pemerintah daerah, di antaranya (1) penerapan standar
pelayanan minimal (SPM) sampai saat ini belum optimal karena
peraturan menteri tentang SPM yang ditetapkan oleh departemen
sektor sebagai acuan daerah dalam penerapan SPM, masih dalam
proses penyusunan; (2) belum disusunnya rencana aksi nasional
(RAN) di bidang pelayanan publik, khususnya bidang administrasi
kependudukan dan perizinan investasi; (3) pemda dalam
mengimplementasikan PP No. 41 Tahun 2007 dan menetapkan
organisasi perangkat daerah, menemukan kendala yang disebabkan
oleh adanya beberapa peraturan daerah (perda) yang sudah mengatur
pelaksanaan restrukturisasi yang sesuai dengan kebutuhan daerah itu
sendiri; (4) masih adanya berbagai protes dan ketidakpuasan para
pendukung pasangan calon kepala daerah terhadap proses dan hasil
pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung yang disebabkan tidak
akuratnya penetapan data pemilih, persyaratan calon yang tidak
lengkap atau tidak memenuhi persyaratan (ijazah palsu/tidak punya
13 - 3
ijazah), permasalahan internal partai politik (parpol) dalam hal
pengusulan pasangan calon, adanya dugaan komisi pemilihan umum
daerah (KPUD) tidak independen, adanya dugaan money politik,
pelanggaran kampanye, dan penghitungan suara yang dianggap tidak
akurat; (5) proses evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah
belum dapat dilakukan secara optimal karena masih menungu
peraturan pelaksana PP No. 6 Tahun 2008 tentang Evaluasi
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang diharapkan dapat
diselesaikan pada akhir tahun 2008; serta (6) belum optimalnya
koordinasi penyelenggaraan kegiatan dekonsentrasi dan tugas
pembantuan oleh departemen sektor di daerah.
Permasalahan dalam program peningkatan profesionalisme
aparatur pemda, di antaranya (1) kemampuan aparat pemda yang
belum memadai, khususnya di tingkat kecamatan dan kelurahan/desa
di dalam bidang kependudukan, kesempatan kerja, strategi investasi,
keamanan dan ketertiban (tramtib), serta perlindungan masyarakat
(linmas); (2) belum tersusunnya norma, standar, prosedur, dan
pedoman sistem karier, sistem cuti, sistem asuransi, sistem
penghargaan, serta pengelolaan aparatur Pemerintah daerah; (3)
belum adanya standar kompetensi dalam pola karier dan mutasi;
serta (4) belum baiknya manajemen aparatur pemda, khususnya di
dalam penataan jabatan negeri dan negara serta jabatan fungsional
dan struktural berdasarkan kompetensi dan keahliannya.
Permasalahan dalam program peningkatan kerja sama
antarpemda adalah belum optimalnya kerja sama antarPemerintah
daerah, khususnya dalam penanganan kawasan perbatasan,
pengurangan kesenjangan antarwilayah dan penyediaan pelayanan
publik yang disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya (1) belum
tersosialisasinya dengan baik PP No. 50 Tahun 2007 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Kerjasama Antar-Daerah yang diharapkan menjadi
payung regulasi penting dalam mendorong sinergi dan integrasi
perda yang mengatur kebijakan pengembangan kerja sama
antardaerah; (2) belum ada model/format ideal dan instrumen kerja
sama yang potensial dikembangkan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan publik; (3) belum ada insentif yang terukur untuk
mendorong daerah dalam melakukan kerja sama; serta (4) secara
umum pemda belum optimal memberdayakan potensi sumber daya
13 - 4
yang ada untuk mendatangkan manfaat yang lebih besar, yang
dikelola secara bersama-sama antarpemda.
Permasalahan dalam program penataan DOB, di antaranya (1)
belum optimalnya peran Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah
(DPOD) di dalam proses pembentukan daerah dan pembangunan
DOB, yang tidak dapat mengimbangi banyaknya keinginan beberapa
daerah untuk melakukan pemekaran tanpa analisis komprehensif
terhadap kelayakan teknis, administratif, politik, dan potensi daerah;
(2) banyak timbulnya konflik terkait pemekaran daerah, seperti
pengelolaan aset daerah, penyediaan aparatur pemerintah, dan batas
wilayah, yang berpengaruh pada kinerja pembangunannya; (3)
berdasarkan evaluasi sementara antara Depdagri, Bappenas-UNDP,
dan LAN pada Tahun 2007 menunjukkan bahwa sekitar 80% daerah
pemekaran yang sudah mekar selama 5 tahun menunjukkan kinerja
yang masih rendah, khususnya untuk aspek perekonomian daerah,
keuangan daerah, pelayanan publik, dan kapasitas aparatur dalam
memberikan pelayanan; (4) pembentukan DOB pada saat yang
bersamaan dengan masa persiapan dan pelaksanaan Pemilu Tahun
2009 dikhawatirkan sangat potensial mengganggu pelaksanaan
Pemilu, khususnya terkait dengan proses pendataan para pemilih dan
penentuan daerah pemilihan; serta (5) pemberian insentif bagi daerah
untuk melakukan pemekaran.
Permasalahan dalam program peningkatan kapasitas keuangan
pemda selama 8 tahun pelaksanaan desentralisasi fiskal belum
terlaksana secara optimal karena beberapa faktor, di antaranya baru
diterbitkannya beberapa peraturan perundangan terkait pengelolaan
keuangan daerah serta masih belum mencukupinya kapasitas SDM
aparatur pemda di bidang tersebut. Sejalan dengan pemberian
kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pemerintahan
dan pelayanan kepada masyarakat, daerah diberi kewenangan untuk
memungut pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana diatur
dalam UU No. 18 Tahun 1997 yang telah diubah dengan UU No. 34
Tahun 2000. Dalam perkembangannya, terdapat beberapa daerah
yang memungut pajak daerah dan retribusi daerah tanpa
memerhatikan kriteria yang ditetapkan dalam UU tersebut dan
bertentangan dengan kepentingan umum sehingga cenderung
13 - 5
mendorong terjadinya ekonomi biaya tinggi dan mengganggu iklim
investasi di daerah.
Terkait proses penyusunan APBD di beberapa daerah yang
sering mengalami keterlambatan disebabkan oleh proses pembahasan
yang membutuhkan waktu yang panjang serta akibat adanya
multitafsir terhadap Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang pada akhirnya
mengakibatkan realisasi penyerapan APBD sangat rendah. Selain itu,
pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di beberapa daerah
juga dirasakan belum optimal dan efisien, sehingga banyak BUMD
yang belum dapat menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD),
dan bahkan membebani APBD. Hal itu terbukti ketika alokasi dana
APBD untuk pengelolaan BUMD jauh lebih besar dibandingkan
keuntungan yang diperoleh dari BUMD. Keberadaan BUMD juga
belum dipayungi dengan dasar hukum yang kuat.
Terkait aspek administrasi penatausahaan barang milik daerah
sampai awal tahun 2008, banyak daerah yang belum sepenuhnya
melakukan proses administrasi penatausahaan barang milik daerah
yang sesuai dengan PP No. 38 Tahun 2008 tentang Perubahan atas
PP No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah. Masih rendahnya jumlah dan kualitas SDM yang
mempunyai kompetensi di bidang pengelolaan keuangan termasuk
akuntansi dan juga keterbatasan dalam penguasaan teknologi
informasi menjadi kendala dalam proses peningkatan kapasitas
keuangan Pemerintah daerah. Hal tersebut terbukti dengan adanya
beberapa yang daerah masih melakukan pengelolaan keuangan
daerah secara manual dan belum memanfaatkan sistem informasi
yang terkomputerisasi hingga saat ini.
Terkait dana perimbangan, beberapa isu aktual yang muncul,
antara lain, (1) pemekaran daerah berimplikasi terhadap peningkatan
komponen dana perimbangan, khususnya dana alokasi umum (DAU)
dan dana alokasi khusus (DAK) dan akan membebani APBN pada
setiap tahunnya; (2) penerimaan pegawai sebagai akibat dari proses
pemekaran daerah dan mutasi pegawai, menuntut adanya rekonsiliasi
dan verifikasi guna mendapatkan data pegawai negeri sipil daerah
(PNSD) yang akurat sebagai dasar perhitungan alokasi dasar DAU.
13 - 6
II. Langkah–Langkah Kebijakan dan Hasil-Hasil yang Dicapai
Dalam program penataan peraturan perundang-undangan
terkait desentralisasi dan otonomi daerah, kebijakan yang ditempuh
oleh Pemerintah dan pemda, di antaranya (1) mengharmoniskan
berbagai peraturan perundang-undangan sektoral dengan peraturan
perundang-undangan mengenai desentralisasi dan otonomi daerah
melalui fasilitasi penyesuaian norma, standar, prosedur dan kriteria
(NSPK) dari tiap-tiap sektor; serta (2) memantapkan kebijakan dan
regulasi otonomi daerah dan otonomi khusus seperti Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Provinsi Papua dan Provinsi
Pupua Barat serta daerah berkarakter khusus, seperti Provinsi DKI
Jakarta dan Provinsi DI Yogyakarta.
Dalam program peningkatan kapasitas kelembagaan
pemerintah daerah, kebijakan yang ditempuh, di antaranya (1)
mempercepat penyusunan RAN dalam pelayanan publik khususnya
bidang administrasi kependudukan dan perizinan investasi secara
konsisten; (2) meningkatkan kapasitas kelembagaan pemda melalui
penataan kelembagaan daerah sesuai dengan PP No. 41 Tahun 2007,
termasuk di daerah otonomi khusus dan daerah berkarakter
khusus/istimewa, menyusun pedoman rencana pencapaian SPM
bidang pendidikan dan kesehatan berdasarkan analisa dan
kemampuan daerah, memfasilitasi penyusunan SPM untuk dijadikan
Perda, serta memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan desentralisasi
dan penyelenggaraan otonomi daerah; (3) meningkatkan keserasian
hubungan antara Pemerintah dan pemda melalui forum musyawarah
pimpinan daerah (Muspida) dalam upaya memantapkan sistem dan
tata cara penyelenggaraan kebijakan/program pemerintahan guna
mewujudkan stabilitas lokal, regional dan nasional; serta (4)
meningkatkan hubungan koordinasi antarhierarkhi pemerintahan
dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah dan membina
keserasian hubungan antara Pemerintah dan pemerintah provinsi dan
kabupaten/kota dan hubungan diantara pemerintahan daerah.
Dalam program peningkatan profesionalisme aparat
Pemerintah daerah, kebijakan yang ditempuh diantaranya (1)
meningkatkan kompetensi dan kapasitas aparatur pemda pada bidang
penanganan bencana dan pengurangan resiko bencana,
penganalisisan kependudukan, perencanaan kesempatan kerja,
13 - 7
penyusunan strategi investasi, penanganan kententraman, ketertiban
dan perlindungan masyarakat (tramtib dan linmas), serta
penyelenggaraan pemerintahan daerah; serta (2) meningkatkan etika
kepemimpinan daerah bagi kepala daerah dan dewan perwakilan
rakyat daerah (DPRD).
Dalam program peningkatan kerja sama antarpemerintah
daerah, kebijakan yang ditempuh, di antaranya (1) mendorong kerja
sama antarpemda termasuk peran pemerintah provinsi dalam rangka
peningkatan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat melalui
sosialisasi regulasi dan kebijakan mengenai kerja sama antardaerah,
khususnya PP No. 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Kerja sama Antar-Daerah; (2) meningkatkan peran Gubernur sebagai
wakil pemerintah pusat untuk memfasilitasi dan menyelesaikan
perselisihan antardaerah di wilayahnya; (3) mengoptimalkan dan
meningkatkan efektivitas sistem informasi pemerintahan daerah
(SIPD) untuk memperkuat kerja sama antarpemda dan dengan
Pemerintah Pusat; serta (4) mendorong dan memfasilitasi
pemerintahan daerah agar mampu berinisiatif mengelola potensi
yang ada di daerahnya melalui kerja sama antardaerah dan melalui
kerj asama pemerintah daerah dengan pihak ketiga.
Dalam program penataan DOB, kebijakan yang ditempuh di
antaranya (1) melakukan evaluasi kebijakan pembentukan DOB
dengan memerhatikan pertimbangan: kelayakan teknis, administratif,
politis, dan potensi daerah dalam upaya meningkatkan kualitas
pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat; (2) mengembangkan
suatu skema alternatif dalam meningkatkan kualitas pelayanan
publik yang di antaranya adalah melalui kerja sama antardaerah yang
mampu memberikan perubahan image bahwa tidak sepenuhnya
benar peningkatan pelayanan publik dapat dilakukan hanya melalui
pemekaran daerah; serta (3) meningkatkan kinerja penataan dan
evaluasi penyelenggaraan pemerintahan DOB.
Dalam program peningkatan kapasitas keuangan Pemerintah
daerah, kebijakan yang ditempuh di antaranya (1) meningkatkan
kapasitas keuangan pemerintah daerah dengan mengarahkan
penggunaan dana perimbangan untuk menggali sumber-sumber
potensi daerah di dalam meningkatkan perekonomian dan
menciptakan kondisi kondusif bagi dunia usaha, termasuk
13 - 8
melaksanakan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah
(SIPKD) dan sisten informasi keuangan daerah (SIKD); (2)
Disahkannya PP No. 58 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah, serta peraturan turunannya, yaitu Permendagri No. 13 Tahun
2006 dan Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah. PP No. 58 Tahun 2008 tersebut
merupakan revisi PP No. 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah yang merupakan penjabaran dari 3 paket Undang-
Undang Keuangan Negara, yaitu Undang-undang No. 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, Undang-Undang No. 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara, UU No. 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;
(3) Disahkannya PP No. 21 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga
atas PP No. 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan
Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD; (4) menyelesaikan Revisi
Kepmendagri No. 29 tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan,
Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata
Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan
Perhitungan APBD; (5) menyelesaikan revisi beberapa
Kepmendagri/Permendagri lainnya di bidang pengelolaan keuangan
daerah; (6) meyusun RUU BUMD sebagai revisi dari Undang-
Undang BUMD tahun 1962 yang sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan saat ini; (7) menyusun Revisi UU No. 34 Tahun 2000
tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 18 Tahun 1997 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; (8) membangun dan
mengembangkan sistem informasi BAKD dan sistem informasi
pengelolaan keuangan daerah (SIPKD) di 171 daerah terpilih; (9)
menyusun panduan/pedoman pengembangan corporate plan
BUMD yang partisipatif dengan menerapkan prinsip-prinsip
pengelolaan perusahaan yang sehat; serta (10) melakukan fasilitasi,
pembinaan, bimbingan teknis, asistensi, penyusunan kebijakan bagi
pemerintah daerah di bidang: administrasi anggaran daerah,
administrasi pendapatan dan investasi daerah, fasilitasi dana
perimbangan serta fasilitasi pertanggungjawaban dan pengawasan
keuangan daerah.
Hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan desentralisasi dan
otonomi daerah, dalam rangka mengefektifkan implementasi UU No.
13 - 9
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah, Pemerintah telah menyusun dan
mengundangkan beberapa peraturan pelaksanaan undang-undang
tersebut berupa PP, Perpres, dan Permendagri. Dari 27 PP, 2 Perpres,
dan 2 Permendagri yang diamanatkan UU No. 32 Tahun 2004 untuk
diterbitkan, hingga saat ini perkembangannya adalah sebagai berikut.
Pertama, 21 PP sudah diterbitkan, yaitu 4 RPP yang sedang dalam
proses harmonisasi dan akan segera diajukan ke Dephumkam/Setneg
dan 2 draf RPP yang sedang difinalisasi di tingkat Departemen
Dalam Negeri. Kedua, 1 Perpres sudah diterbitkan, yaitu 1 (satu) draf
final rancangan perpres sudah disampaikan ke setkab. Ketiga, 2
permendagri yang telah diterbitkan. Perkembangan penyusunan
peraturan pelaksana dari UU No. 33 tahun 2004 telah disusun dan
diterbitkan sebanyak 6 PP dan 1 permendagri dari 7 PP dan 1
permendagri yang diamanatkan.
Terkait dengan proses fasilitasi penyusunan dan implementasi
Peraturan Perundang-Undangan Otonomi Khusus di Provinsi NAD,
saat ini Menteri Dalam Negeri membentuk kelompok kerja (pokja)
melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 120.11-615 Tahun
2006. Dalam Perjalanannya, pokja telah menyelesaikan RPP tentang
partai politik lokal dengan diterbitkannya PP No. 20 Tahun 2007
tentang Partai Politik Lokal di Aceh.
Dalam hal penentuan kepastian dasar hukum pembentukan
Provinsi Papua Barat telah diterbitkan PP Pengganti UU No. 1 Tahun
2008 tentang Perubahan atas UU No. 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua sebagai landasan hukum bagi
Provinsi Papua Barat dalam melaksanakan operasional pemerintahan
daerahnya sesuai dengan Surat Ketua MK No. 018/KA.MK/VI/2005
tanggal 16 Juni 2005 perihal Penjelasan Putusan MK No. 018/PUUI/
2003. Dalam Surat Ketua MK tersebut dijelaskan bahwa pada
intinya keberadaan Provinsi Irian Jaya Barat sebagai subjek hukum
pemerintahan daerah adalah sah dan konstitusional sehingga MK
menyarankan kepada pemerintah untuk memberikan keberadaan
payung hukum Provinsi Papua Barat lebih tepat dimasukkan dalam
revisi UU No. 21 tahun 2001 agar Provinsi tersebut dapat
melaksanakan otonomi khusus.
13 - 10
Terkait proses fasilitasi penyusunan dan implementasi
penyelenggaraan Pemerintahan DKI Jakarta sebagai Ibu kota Negara
Kesatuan Republik Indonesia telah diterbitkan UU No. 29 tahun
2007 tentang Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai
Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan pada
tanggal 30 Juli 2007 sebagai pengganti Undang-Undang No. 34
tahun 1999 dengan memerhatikan perkembangan penyelenggaraan
pemerintahan daerah di DKI Jakarta.
Dalam penentuan status keistimewaan Daerah Istimewa
Yogyakarta dengan mempertimbangan masa jabatan Gubernur dan
Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta periode tahun 2003–
2008 untuk masa jabatan kedua kalinya akan berakhir pada tanggal 9
Oktober 2008, sesuai Keputusan Presiden No. 179/M Tahun 2003
tanggal 8 Oktober 2003 dan tanggal pelantikannya, telah disusun draf
RUU tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Draf
RUU tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta tersebut
mengatur kedudukan Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Adipati
Paku Alam IX dalam posisi sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur
Daerah Istimewa Yogyakarta setelah berakhirnya masa jabatan
periode tahun 2003 – 2008 yang terkait (1) penempatkan Sri Sultan
Hamengku Buwono X dan Adipati Paku Alam IX sebagai Parardhya
yang bertahta secara sah dengan kewenangan yang mencerminkan
kewenangan keistimewaan DIY serta (2) pengaturan mengenai
empat keistimewaan lainnya di bidang pertanahan, penataan ruang,
kebudayaan, dan keuangan.
Sebagai tindak lanjut dari Keputusan Mahkamah Konstitusi
No. 5/PUU-V/ telah diterbitkan perubahan terbatas UU No. 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah pada tanggal 28 April 2008. Perubahan
terbatas tersebut terkait dengan (1) Keputusan Mahkamah Konstitusi
No. 5/PUU-V/2007 yang diputuskan pada tanggal 23 Juli 2007
dengan memasukkan calon perseorangan dalam pemilihan kepala
daerah dan wakil kepala daerah serta mekanisme pencalonan dari
calon perseorangan; (2) pengisian kekosongan jabatan wakil kepala
daerah yang menggantikan kepala daerah yang meninggal dunia,
mengundurkan diri (berhenti), atau tidak dapat melakukan
kewajibannya selama 6 bulan secara terus- menerus dalam masa
13 - 11
jabatannya; (3) pengisian kekosongan jabatan wakil kepala daerah
karena meninggal dunia, mengundurkan diri (berhenti),
diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6
bulan secara terus-menerus dalam masa jabatannya; (4) integrasi
penyelenggaraan pemilihan bupati/walikota dan wakil bupati/wakil
walikota dengan pemilihan gubernur dan wakil gubernur; serta (5)
penjadwalan kembali pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah.
Dalam program peningkatan kapasitas kelembagaan pemda,
hasil-hasil yang telah dicapai di antaranya terkait dengan penyusunan
peraturan perundangan yang berupaya menata kelembagaan pemda
secara lebih efektif, efisien, transparansi, partisifatif, dan akuntabel,
yaitu (1) telah selesai dan diterbitkannya PP No. 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabuapten/Kota; (2) telah selesai disusun dan diterbitkannya PP No.
41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah; (3) telah
selesai disusun dan diterbitkannya PP No. 3 Tahun 2007 tentang Tata
Cara Penyusunan Laporan Penyelenggaraaan Pemerintahan Daerah,
Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah, dan
Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada
masyarakat; (4) telah diselesaikannya rancangan Peraturan Presiden
tentang Kerangka Nasional Pengembangan dan Peningkatan
Kapasitas dalam rangka Mendukung Desentralisasi dan
Pemerintahan Daerah; (5) tersusunnya pedoman (Handbook)
penyelenggaraan pemerintah daerah tahun 2007 dan 2008; (6) telah
diterbitkan PP No. 6 tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (7) telah diterbitkan PP No. 7
tahun 2008 Tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan; (8) telah
diterbitkan PP No 8 tahun 2008 tentang Tahapan Tata Cara
Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Rencana Pembangunan
Daerah; serta (9) telah diterbitkan PP No. 19 Tahun 2008 tentang
Kecamatan.
Terkait dengan pelaksanaan pilkada sejak 1 Juni 2005 sampai
dengan 31 Juli 2008 sebagai bentuk implementasi nyata dari
semangat otonomi daerah terhadap proses peningkatan demokratisasi
lokal, hasil yang telah dicapai adalah telah dilaksanakan pemilihan
13 - 12
kepala daerah dan wakil kepala daerah sebanyak 405 daerah yang
terdiri atas 29 provinsi, 305 kabupaten dan 71 kota. Khusus untuk
pelaksanaan pilkada pada tahun 2008, dari 160 kepala daerah/wakil
kepala daerah yang masa jabatannya berakhir tahun 2008 sampai
dengan bulan Juli 2009 telah dilaksanakan Pilkada sebanyak 73
daerah terdiri atas 9 provinsi, 48 kabupaten dan 16 kota. Sesuai
dengan ketentuan Pasal 233 ayat (2) Undang-Undang No. 12 Tahun
2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa pemungutan
suara dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang
masa jabatannya berakhir pada bulan November 2008 sampai dengan
bulan Juli 2009 diselenggarakan paling lama pada bulan Oktober
2008 yang terdiri dari 3 provinsi, 50 kabupaten dan 15 kota. Di
samping itu, pelaksanaan pilkada setelah tanggal tanggal 28 April
2008 mewajibkan bagi pasangan calon incumbent harus
mengundurkan diri terhitung pada saat pendaftaran dengan
mekanisme sebagaimana dimaksud dalam surat edaran Menteri
Dalam Negeri No. 188.2/1189/SJ tanggal 7 Mei 2008.
Terkait dengan pencapaian dalam penataan pembagian urusan
pemerintahan telah dikeluarkan Surat Menteri Dalam Negeri No.
100/328/SJ tanggal 11 Februari 2008 perihal Penyusunan NSPK
yang ditujukan kepada Menteri/Kepala LPND Kabinet Indonesia
Bersatu dan Surat Menteri Dalam Negeri yang ditujukan kepada
gubernur, bupati/walikota, ketua DPRD provinsi dan ketua DPRD
kabupaten/kota seluruh Indonesia No. 100/344/SJ tanggal 12
Februari 2008 perihal Penetapan Perda tentang Urusan Pemerintahan
yang menjadi Kewenangan Daerah, sesuai dengan amanat PP No. 38
tahun 2007 untuk pelaksanaan urusan pemerintahan wajib dan
pilihan oleh Menteri/Kepala LPND dalam menetapkan NSPK.
Terkait dengan proses pelaksanaan SPM, dengan mengacu
pada PP No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan
Penerapan SPM telah diterbitkan Permendagri No. 6 Tahun 2007
tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan SPM,
Permendagri No. 79 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Pencapaian SPM, Keputusan Menteri Dalam Negeri No.
100.05-76 Tahun 2007 tentang Pembentukan Tim Konsultasi
Penyusunan SPM dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri kepada
13 - 13
Gubernur/Bupati/Walikota tentang Pelaksanaan SPM di daerah.
Selain itu, Departemen Dalam Negeri telah memfasilitasi departemen
sektor dalam menyusun SPM, khususnya Departemen Kesehatan,
Departemen Pendidikan Nasional, Kementerian Lingkungan Hidup
dan Departemen Pekerjaan Umum. Pada akhir tahun 2008
departemen tersebut diharapkan sudah dapat menerbitkan peraturan
menteri terkait dengan penerapan SPM. Departemen Dalam Negeri
juga telah melakukan sosialisasi PP No. 6 Tahun 2008 dan
penyampaian permintaan indikator kinerja kunci (IKK) evaluasi
penyelenggaraan pemerintahan daerah dari tiap-tiap
departemen/LPND sebagai bahan penyusunan Permendagri tentang
Tata Cara Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Dalam program pengelolaan aparatur, hasil-hasil yang telah
dicapai di antaranya: (1) telah diterbitkannya Permendagri No. 27
Tahun 2007 tentang Pedoman Penyiapan Sarana dan Prasarana
dalam Penanggulangan Bencana; (2) terselenggaranya
pengelenggaraan diklat sebanyak 900 orang dalam 30 angkatan yang
mendukung penyelenggaraan pemerintahan daerah dan peningkatan
koordinasi dan kerja sama antar-lembaga diklat unggulan/prioritas
dan diklat teknis-fungsional; (3) terselenggaranya berbagai diklat
unggulan/prioritas dan diklat teknis-fungsional; serta (4)
diperkirakan akan terealisasikan pada tahun 2008 PP mengenai
Pedoman Persyaratan Jabatan Perangkat Daerah, terselenggaranya
berbagai diklat unggulan/prioritas dan diklat teknis-fungsional,
seperti diklat kepemimpinan pemerintahan daerah sebanyak 210
orang dalam 7 kegiatan, dan berbagai diklat yang bertujuan untuk
menunjang penerapan manajemen SPM sebanyak 630 orang dalam
21 kegiatan.
Dalam program peningkatan kerja sama antardaerah, hasilhasil
yang telah dicapai di antaranya (1) telah difasilitasi dan
dilakukan kerja sama antardaerah dengan kesepakatan kerja sama
antara Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat,
Gubernur Banten, Bupati Bogor, Walikota Bogor, Walikota Depok,
Bupati Tangerang, Walikota Tangerang, Bupati Bekasi, Walikota
Bekasi, dan Bupati Cianjur (Jabodetabekjur); kesepakatan kerja sama
antarkabupaten dan kota Yogyakarta, Sleman, dan Bantul
(Karmantul); kesepakatan kerja sama antara Banjarnegara,
13 - 14
Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen (Barlingmascakeb);
kesepakatan kerja sama antara Kabupaten dan Kota Surakarta,
Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, dan Klaten
(Subosukawonostraten); serta kerja sama antara Kabupaten dan Kota
Makasar, Maros dan Sungguminasa, Kabupaten dan Kota Denpasar,
Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita); (2) telah difasilitasi dan dilakukan
penandatanganan kesepakatan bersama kerja sama oleh lima
gubernur yang berbatasan di wilayah Sumatera (Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi, dan Riau) dalam rangka
peningkatan pendayagunaan potensi perekonomian, pengembangan
jaringan ekonom regional, dan pengembangan daerah perbatasan;
serta (3) telah disusun dan diterbitkannya PP No. 50 Tahun 2007
Tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja sama Daerah yang diharapkan
menjadi dasar hukum yang lebih memantapkan hubungan dan
keterikatan antar daerah dalam kerangka NKRI.
Dalam program penataan DOB, hasil-hasil yang telah dicapai
lebih didasarkan kepada hasil pemekaran daerah. Meskipun
Pemerintah telah memiliki komitmen untuk menunda pembentukan
DOB dan melakukan evaluasi pemekaran daerah dan pembentukan
DOB, sampai bulan Juni 2008 telah terbentuk sebanyak 179 daerah
otonom yang terdiri atas 7 provinsi, 141 kabupaten, dan 31 kota,
(sebagaimana terlampir). Dengan demikian total daerah otonom saat
ini berjumlah 33 provinsi, 465 kabupaten/kota (374 kabupaten dan
91 kota), serta 5 kota administratif dan 1 Kabupaten administratif di
Provinsi DKI Jakarta.
Khusus periode tahun 2005 sampai dengan bulan Juni 2008
telah terbentuk 31 kabupaten/kota yang terdiri atas 27 kabupaten dan
4 kota. Selain itu masih terdapat usulan pembentukan daerah otonom
baru yang menjadi usul insiatif DPR-RI dan telah ditanggapi
Pemerintah Melalui Surat Presiden Republik Indonesia No.
R.68/Pres/12/2007 tanggal 10 Desember 2007 perihal 12 Rancangan
Undang-Undang (RUU) tentang Pembentukan Kabupaten/Kota, dan
RUU tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang No. 53 Tahun
1999. Ada pun Ke-12 RUU tersebut adalah tentang Pembentukan
Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Labuhanbatu Utara
(Provinsi Sumatera Utara); Kabupaten Bengkulu Tengah (Provinsi
Bengkulu); Kota Sungai Penuh (Provinsi Jambi); Kabupaten
13 - 15
Lombok Utara (Provinsi NTB); Kabupaten Sigi (Provinsi Sulawesi
Tengah); Kabupaten Toraja Utara (Provinsi Sulawesi Selatan);
Kabupaten Bolaang Mongondow Timur dan Kabupaten Bolaang
Mongondow Selatan (Provinsi Sulawesi Utara); Kabupaten Maluku
Barat Daya dan Kabupaten Buru Selatan (Provinsi Maluku); serta
Kabupaten Anambas (Provinsi Kepulauan Riau). Ke-12 Rancangan
Undang-Undang tentang Pembentukan Kabupaten/Kota berdasarkan
hasil rapat panja DPR-RI bersama Pemerintah disepakati tetap masih
mengacu kepada PP No. 129 Tahun 2000 dan Pemerintah telah
melakukan klarifikasi terhadap kelengkapan administrasi yang
dilanjutkan dengan observasi dan pengkajian lapangan, untuk
menilai kelayakan kedua belas, kabupaten/kota calon daerah otonom
baru tersebut.
Selain itu, terhadap 15 RUU tentang pembentukan DOB
lainnya yang merupakan usul inisiatif DPR-RI juga telah ditanggapi
oleh Pemerintah melalui surat Presiden RI No. R.04/Pres/02/2008
tanggal 1 Februari 2008. Ada pun Ke-15 RUU tersebut adalah
tentang Pembentukan Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Barat,
Kota Gunungsitoli, dan Kota Berastagi (Provinsi Sumatera Utara);
Kabupaten Mesuji, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Kabupaten
Pringsewu (Provinsi Lampung); Kota Tangerang Selatan (Provinsi
Banten); Kabupaten Sabu Raijua (Provinsi NTT); Kabupaten
Morotai (Provinsi Maluku Utara); Kabupaten Maibrat dan
Kabupaten Tambrauw (Provinsi Papua Barat); Kabupaten Intan Jaya
dan Kabupaten Deiyai (Provinsi Papua); serta Provinsi Tapanuli.
Pemerintah akan melakukan klarifikasi dan observasi setelah ke-12
usulan pembentukan kabupaten/kota tersebut mendapat rekomendasi
dari DPOD.
Hasil pencapaian lain yang cukup berarti bagi proses penataan
DOB adalah telah diterbitkan PP No. 78 Tahun 2007 (revisi PP No.
129 Tahun 2000) tentang Tata cara Pembentukan, Penghapusan, dan
Penggabungan Daerah, yang diharapkan menjadi pedoman hukum
yang lebih baik bagi proses pemekaran dan penggabungan daerah ke
depan, sesuai dengan persyaratan administratif, teknis, dan fisik
kewilayahan. Dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan.
DOB telah dilaksanakan pembangunan sarana dan prasarana
kecamatan di 65 daerah kabupaten/kota hasil pemekaran yang
13 - 16
meliputi fasilitas kantor, rumah dinas camat, dan aula dinas
kecamatan serta telah terselesaikannya beberapa masalah perebutan
aset daerah dan kasus batas administrasi daerah di daerah otonom
baru.
Dalam program peningkatan kapasitas keuangan pemerintah
daerah, hasil yang telah dicapai di antaranya telah disusun dan
diterbitkan beberapa peraturan terbaru terkait dengan pelaksanaan
dan pengelolaan keuangan daerah sekaligus menampung implikasi
lahirnya peraturan perundang-undangan sebelumnya, diantaranya
adalah sebagai berikut.
1) Peraturan Perundangan Bidang Administrasi Anggaran Daerah
meliputi
(1) PP No. 21 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas
PP No. 24 Tahun 2004 Kedudukan Protokoler dan
Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD;
(2) Permendagri No. 32 tahun 2008 tentang Pedoman
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
tahun anggaran 2009;
(3) Permendagri No. 59 tahun 2007 tentang perubahan atas
Permendagri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah;
(4) Permendagri No 44 tahun 2007 tentang Pedoman
Pengelolaan Belanja Pemilihan Umum Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah;
(5) Permendagri No 30 tahun 2007 tentang Pedoman
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
tahun anggaran 2008;
(6) Permendagri No. 16 tahun 2007 tentang Tatacara
Evaluasi Rancangan Perda tentan APBD dan Rancangan
Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD;
(7) Evaluasi Ranperda APBD Provinsi Tahun 2005, 2006,
2007, dan 2008;
13 - 17
(8) Asistensi Penyusunan APBD tahun 2005, 2006, 2007,
dan 2008; dan
(9) Sosialisasi peraturan formal di bidang keuangan daerah.
2) Peraturan Perundangan Bidang Administrasi Pendapatan dan
Investasi Daerah meliputi
(1) PP No. 38 Tahun 2008 tentang Perubahan atas PP No. 6
Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah;
(2) Permendagri No. 23 Tahun 2008 tentang Penghitungan
Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan di Atas Air dan Bea
Balik Nama Kendaraan di Atas Air Tahun 2008;
(3) Permendagri No. 22 Tahun 2008 tentang Penghitungan
Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor Tahun 2008;
(4) Permendagri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman
Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Daerah (PPK BLUD);
(5) Permendagri No. 17 tahun 2007 tentang Pedoman
Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah;
(6) Permendagri No. 10 Tahun 2007 tentang Penghitungan
Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan di Atas Air dan Bea
Balik Nama Kendaraan di Atas Air Tahun 2007;
(7) Permendagri No. 9 Tahun 2007 tentang Penghitungan
Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor Tahun 2007;
(8) Permendagri No. 2 tahun 2007 tentang Organisasi dan
Kepegawaian Perusahaan Daerah Air Minum;
(9) Draf Rancangan Undang-Undang tentang BUMD telah
disampaikan ke Departemen Hukum dan HAM;
(10) Draf Rancangan Undang-Undang tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, masih dibahas di DPR;
13 - 18
(11) Draf Peraturan Bersama Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia, Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Keuangan tentang Kerja sama Pelayanan Pendaftaran
Kendaraan Bermotor Dalam Pemungutan Penerimaan
Negara Bukan Pajak dari Pemberian Surat Tanda
Nomor Kendaraan Bermotor, Tanda Nomor Kendaraan
Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor,
Tanda Coba Kendaraan Bermotor, Pemungutan Pajak
Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor, dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan
Lalu Lintas Jalan melalui Sistem Administrasi
Manunggal Di bawah Satu Atap (SAMSAT);
(12) Evaluasi Perda Pajak dan Retribusi Daerah;
(13) Fasilitasi Bimbingan teknis Pengelolaan Barang Daerah,
Penilaian Aset Daerah, kebijakan Perubahan Status
Hukum Barang Daerah, dan Penyerahan Barang dan
Utang Piutang pada Daerah yang baru dibentuk;
(14) Basis Data (Database) Badan Usaha Daerah;
(15) sosialisasi pedoman penyusunan Corporate Plan
BUMD;
(16) pemetaan (mapping) Lembaga Keuangan Mikro Milik
Pemerintah daerah;
(17) petunjuk teknis tentang Pinjaman Daerah dan Obligasi
Daerah;
(18) Pedoman tentang Penyaluran Kredit Usaha Mikro yang
difasilitasi pemda, Bersumber dari bagian laba BUMN
(Program Kemitraan BUMN);
(19) Evaluasi Penyaluran Kredit yang difasilitasi pemerintah
daerah untuk usaha mikro yang bersumber dari bagian
laba BUMN;
(20) Kajian Tentang Model Inkubator Investasi Daerah; dan
(21) Fasilitasi Kegiatan Pembinaan Administrasi Keuangan
Daerah bidang Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
13 - 19
3) Bidang Fasilitasi Dana Perimbangan meliputi
(1) Rekonsiliasi dan pendataan ulang guna mendapatkan
data pegawai negeri sipil daerah (PNSD) yang akurat
sebagai dasar perhitungan alokasi dasar DAU tahun
2005, 2006, dan 2007;
(2) Rekonsiliasi Data Dasar DAU dan DAK Daerah
Pemekaran tahun 2005, 2006, dan 2007;
(3) Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan DAU dan Monev
Program Dekonsentrasi tahun 2005 , 2006, dan 2007;
(4) Asistensi Penyusunan RD bagi Daerah Penerima DAK
Dan Sosialisasi serta implementasi Juknis DAK;
(5) Petunjuk Teknis Dana Alokasi Khusus Bidang
Prasarana pemerintahan;
(6) Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan DAK tahun 2005,
2006, dan 2007;
(7) Fasilitasi Pengelolaan Dana Bagi Hasil;
(8) Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Penerimaan DBH
Sumber Daya Alam dan Pajak; dan
(9) Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Dana Otonomi Khusus.
4) Bidang Fasilitasi Pertanggungjawaban dan Pengawasan
Keuangan Daerah meliputi
(1) Permendagri No. 65 Tahun 2007 tentang Pedoman
Evaluasi Rancangan Perda tentang Pertanggungjawaban
Pelaksanaan APBD dan Rancangan Peraturan Kepala
Daerah tentang Penjabaran Pertanggungjawaban
Pelaksanaan APBD;
(2) terlaksananya Asistensi Pedoman Pelaksanaan Tata
Usaha Keuangan Daerah;
(3) Asistensi Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban
Pelaksanaan APBD
(4) Pedoman Kebijakan dan Teknis Akuntansi;
13 - 20
(5) Sosialisasi Sistem Penatausahaan, Akuntansi dan
Pertanggungjawaban Keuangan daerah bagi Aparat
Pemerintah daerah;
(6) Sosialisasi Pedoman evaluasi Raperda tentang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD;
(7) Sosialisasi Integrasi/Migrasi Data APBD;
(8) Data dasar APBD;
(9) Asistensi Penatausahaan dan Akuntasi Keuangan
Pemerintah daerah;
(10) Fasilitasi Implementasi Media Inkubator Kapasitas
Pengelolaan Keuangan Daerah;
(11) Asistensi Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD;
(12) Evaluasi Perda tentang Pertanggungjawaban
Pelaksanaan APBD; dan
(13) Penyusunan Kerangka Dasar Pengembangan Sistem
Basis Data dan Sistem komunikasi Keuangan Daerah.
Sampai dengan Mei 2008 telah dilakukan evaluasi terhadap
6.366 perda pajak dan retribusi daerah oleh Departemen Dalam
Negeri, Departemen Keuangan, dan departemen teknis terkait. Hasil
evaluasi terhadap perda tersebut adalah 4.434 perda layak untuk
tetap dilaksanakan dan 1.932 perda disarankan untuk
direvisi/dibatalkan. Dari 1.932 perda yang disarankan untuk
direvisi/dibatalkan, 968 Perda telah dibatalkan dengan Permendagri
dan 964 Perda masih dalam proses pembatalan. Alasan pembatalan
perda tersebut pada umumnya berkaitan dengan adanya ketentuan
yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi, kepentingan umum, dan adanya kecenderungan untuk
menimbulkan ekonomi biaya tinggi.
Pemerintah merespons isu keterlambatan penyusunan APBD
dengan telah melakukan beberapa kebijakan, di antaranya (1)
menerbitkan Permendagri No. 59 Tahun 2007 yang memuat
penegasan atas materi yang menjadi multitafsir dan penyederhanaan
13 - 21
proses penyusunan APBD sehingga penerbitan Perda APBD dapat
dipercepat; (2) melalui proses evaluasi Raperda APBD Provinsi telah
diingatkan agar penyertaan modal pada BUMD dinilai berdasarkan
manfaat yang diperoleh dibandingkan dengan besaran modal yang
disertakan, sedangkan bagi BUMD yang tidak dapat menghasilkan
keuntungan dan dinilai kurang sehat disarankan untuk di merger atau
dialihkan kepemilikannya; (3) menyusun Participative Corporate
Plan bagi pengelola BUMD; (4) telah menyelesaikan draf RUU
BUMD. RUU dimaksud diharapkan pada tahun 2008 sudah dapat
dibahas dengan DPR RI; dan (7) telah dilakukan evaluasi terhadap
Permendagri No. 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan
Barang Milik Daerah. Evaluasi tersebut dilakukan untuk memastikan
agar materi Permendagri 17/2007 yang tidak sejalan dengan PP
38/2008 dapat direvisi; serta (8) telah menyelesaikan Permendagri
No. 32 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Penyusunan APBD
Tahun 2009 terkait proses peningkatan efisiensi dan efektivitas
anggaran dalam penyusunan APBD.
Dalam rangka menyikapi permasalahan nasional sebagai
implikasi dari tekanan global terkait dengan kenaikan harga minyak
dunia, harga pangan dunia, dan masalah keuangan, Menteri Dalam
Negeri telah menerbitkan Surat Edaran No. 541/1264/SJ tanggal 15
Mei 2008, sebagai pedoman pemda guna menjaga stabilitas
penyelenggaraan pemerintahan, serta stabilitas politik lokal yang
berisi antara lain (1) mendukung program pemerintah dalam
pemberian bantuan sosial dan jaminan kesehatan masyarakat
(Jamkesmas) dan Raskin, pemberdayaan masyarakat melalui PNPM
Mandiri, dan bantuan Kredit Untuk Rakyat (KUR); (2) melakukan
efisiensi belanja daerah melalui penataan kembali program dan
kegiatan yang tidak memberikan manfaat langsung kepada
masyarakat, dengan mengutamakan program/kegiatan pemberdayaan
masyarakat, penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan;
(3) secara khusus perlu pembatasan perjalanan dinas, kunjungan
kerja, studi banding, penyelenggaraan rapat-rapat yang dilaksanakan
di luar kantor, dan mengurangi berbagai kegiatan workshop, seminar,
maupun lokakarya; serta (4) melakukan penghematan penggunaan
energi listrik dengan cara melakukan penghematan listrik di kantorkantor
pemda dan bangunan yang dikelola oleh pemerintah daerah,
dan BUMD.
13 - 22
III. Tindak Lanjut yang Diperlukan
Berdasarkan permasalahan dan beberapa pencapaian dalam
upaya mempercepat revitalisasi proses desentralisasi dan otonomi
daerah, beberapa tindak lanjut yang diperlukan, antara lain, sebagai
berikut.
Terkait dengan upaya penataan peraturan perundang-undangan
mengenai desentralisasi dan otonomi daerah, tindak lanjut yang
diperlukan, antara lain, adalah (1) sosialisasi dan implementasi
perundang-undangan, terutama terkait dengan kebijakan
desentralisasi di daerah berkarakter khusus dan daerah istimewa; (2)
harmonisasi peraturan perundang-undangan lintas sektor dengan cara
penyesuaian NSPK tiap-tiap sektor, serta sinkronisasi perda dengan
peraturan di atasnya; serta (3) penyempurnaan regulasi bidang
otonomi daerah dan penyelesaian instrumen peraturan perundangan
pendukungnya.
Terkait dengan program kelambagaan, beberapa tindak lanjut
yang diperlukan, antara lain, adalah (1) mempercepat penyusunan
RAN dalam pelayanan publik khususnya dalam bidang administrasi
kependudukan dan perijinan investasi; (2) meningkatkan kapasitas
kelembagaan pemda melalui penataan kelembagaan daerah sesuai
dengan PP No. 41 tahun 2007, termasuk di daerah otonomi khusus
dan daerah berkarakter khusus/istimewa; (3) menyusun pedoman
rencana pencapaian SPM bidang pendidikan dan kesehatan
berdasarkan analisis dan kemampuan daerah, fasilitasi penyusunan
SPM untuk dijadikan Perda; (4) memonitor dan mengevaluasi
pelaksanaan desentralisasi dan penyelenggaraan otonomi daerah;
serta (5) memfasilitasi penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan
wakil kepala daerah secara langsung.
Terkait dengan program peningkatan profesionalisme aparat
Pemerintah daerah, beberapa tindak lanjut yang diperlukan, antara
lain, adalah (1) meningkatkan kompetensi dan kapasitas aparatur
pemda pada bidang penanganan bencana dan pengurangan resiko
bencana, penganalisisan kependudukan, perencanaan kesempatan
kerja, penyusunan strategi investasi, penanganan kententraman,
penertiban dan perlindungan masyarakat (tramtib dan linmas), serta
penyelenggaraan pemerintahan daerah; serta (2) meningkatkan etika
13 - 23
kepemimpinan kepala daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah
(DPRD).
Terkait dengan upaya peningkatan kerja sama antardaerah,
beberapa tindak lanjut yang diperlukan, antara lain, adalah (1)
meningkatkan inisiatif kerja sama antarpemda dalam usaha
optimalisasi potensi dan peningkatan pelayanan publik yang
dilakukan sejalan dengan prinsip: transparansi, akuntabilitas,
partisipatif, saling menguntungkan dan memajukan, berorientasi
kepentingan umum, keterkaitan yang dijalin atas dasar saling
membutuhkan keberadaan yang saling memperkuat, kepastian
hukum, serta tertib penyelenggaraan Pemerintah daerah; (2)
diseminasi model kerja sama antardaerah yang efektif guna
meningkatkan kemampuan daerah dalam mengatasi keterbatasan
yang dimilikinya; (3) fasilitasi kerja sama pembangunan regional dan
antardaerah melalui penguatan peran gubernur dalam rangka
pembinaan kerja sama wilayah; (4) meningkatkan peran gubernur
selaku wakil pemerintah dalam penyelenggaraan dekonsentrasi dan
tugas pembantuan; (5) fasilitasi kebijakan program dekonsentrasi dan
tugas pembantuan dari kementerian/lembaga; (6) fasilitasi, asistensi
dan supervisi pelaksanaan kerja sama antardaerah serta evaluasi
pelaksanaan kerja sama daerah; (7) menyusun norma, standar,
pedoman dan manual tindak lanjut PP No. 7 Tahun 2008 tentang
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan; (8) melakukan sosialisasi
Permendagri tentang Kerja sama Pemerintah daerah dengan Pihak
Ketiga; serta (9) fasilitasi dan koordinasi penanganan masalah kerja
sama pemerintah daerah dengan pihak ketiga.
Terkait dengan upaya penataan DOB, beberapa tindak lanjut
yang diperlukan, antara lain, adalah (1) menyiapkan kebijakan dan
peraturan batas wilayah administrasi untuk penyelesaian konflik
antardaerah induk dan DOB dengan regulasi penataan batas wilayah
dan pengevaluasian penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan di DOB; (2) mempercepat pembangunan daerah
otonom baru (DOB) dengan upaya peningkatan iklim investasi,
peningkatan kapasitas keuangan pemda, pemberdayaan usaha skala
mikro, pengembangan ekonomi lokal, peningkatan infrastruktur
pedesaan, kerja sama antardaerah, dukungan pembangunan sarana
dan prasarana pemerintahan kecamatan di DOB peningkatan
13 - 24
pelayanan publik, penerapan good governance, penataan ruang yang
baik, serta peningkatan kinerja DOB melalui peran DPOD; (3)
menghentikan sementara pembentukan DOB sampai terlaksananya
evaluasi menyeluruh terhadap DOB dengan menerbitkan Moratorium
Pemerintah; serta (4) melakukan evaluasi penyelenggaraan
pemerintahan di daerah otonom baru serta memfasilitasi dan
mengkaji usulan pembentukan daerah otonom baru.
Terkait dengan upaya peningkatan kapasitas keuangan
Pemerintah daerah, tindak lanjut yang diperlukan adalah melakukan
penguatan kapasitas keuangan daerah, harmonisasi dan penataan
regulasi keuangan daerah, serta implementasi Rencana Aksi Nasional
Desentralisasi Fiskal (RANDF) di tingkat pusat, terutama terkait
dengan pengalihan sebagian dana dekonsentrasi dan tugas
pembantuan kepada DAK. Dalam upaya penataan regulasi di bidang
keuangan daerah, tindak lanjut yang dilakukan, antara lain, (1) di
bidang Administrasi Anggaran Daerah merevisi PP 109/2000 tentang
Kedudukan Keuangan Kepala Derah dan Wakil Kepala Daerah dan
menyusun permendagri tentang pedoman penyusunan APBD tahun
2010; (2) di bidang Administrasi Pendapatan dan Investasi Daerah
melanjutan penyusunan RUU BUMD; permendagri tentang
pengelolaan bank pembangunan daerah; Revisi Permendagri tentang
organisasi dan kepegawaian PDAM; RUU pajak dan retribusi
daerah; (3) di bidang fasilitasi dana perimbangan: merancang
Permendagri tentang pengelolaan dana perimbangan dan dana
transfer; menyiapkan materi Revisi RUU No. 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan
daerah; serta (4) di bidang fasilitasi pengawasan
pertanggungjawaban keuangan daerah melaksanakan Permendagri
tentang pedoman teknis evaluasi Raperda pertanggungjawaban
APBD tahun 2009.
Dalam upaya optimalisasi pengelolaan keuangan daerah,
sumber-sumber penerimaan daerah, penataan regulasi bidang
keuangan, serta penyediaan sistem informasi pengelolaan keuangan
daerah, tindak lanjut yang dilakukan, antara lain, (1) melaksanakan
fasilitasi rencana anggaran daerah dan evaluasi kinerja anggaran
daerah, fasilitasi penyusunan APBD, fasilitasi evaluasi APBD dan
rancangan perubahan APBD; (2) melaksanakan fasilitasi di bidang
13 - 25

No comments:

Post a Comment