Tuesday, January 26, 2010

The Song of Despair - Pablo Neruda






You swallowed everything, like distance.

Like the sea, like time.In you everything sank!

It was the happy hour of assault and the kiss.

The hour of the spell that blazed like a lighthouse.

Pilot's dread, fury of a blind diver,turbulent drunkenness of love,in you everything sank!


Pablo Neruda


Sajak Lagu Patah Hati


kau menelan semuanya, seperti jarak beribu depaseperti luas samudera,

seperti waktu dan masa di dalam kau segalanya karam!

masa-masa yang menyenangkan bagi serangan dan ciuman

saat-saat rapalan mantra yang menyala bak mercu suar

rasa takut seorang penerbang,kemarahan seorang penyelam buta,

cinta yang mabuk dan bergolak,di dalam kau segalanya karam!-

Pablo Neruda (lahir di Parral, sebuah kota sekitar 300 km di selatan Santiago, Chili, 12 Juli 1904 – meninggal 23 September 1973 pada umur 69 tahun) adalah nama samaran penulis Chili, Ricardo Eliecer Neftalí Reyes Basoalto.
Neruda yang dianggap sebagai salah satu penyair ber
bahasa Spanyol terbesar pada abad ke-20, adalah seorang penulis yang produktif. Tulisan-tulisannya merentang dari puisi-puisi cinta yang erotik, puisi-puisi yang surealis, epos sejarah, dan puisi-puisi politik, hingga puisi-puisi tentang hal-hal yang biasa, seperti alam dan laut. Novelis Kolombia, Gabriel García Márquez menyebutnya "penyair terbesar abad ke-20 dalam bahasa apapun". Pada 1971, Neruda dianugerahi Penghargaan Nobel dalam Sastra

Saturday, January 23, 2010

Kukang Akhirnya Masuk Appendix I CITES



Negara-negara penanda tangan konvensi CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of wild fauna and flora) dalam sidangnya yang berlangsung di Belanda sejak 4 Juni yang lalu akhirnya memutuskan untuk melindungi lebih ketat terhadap kukang (Nycticebus coucang) dengan memasukannya ke appendik I CITES. Sebelumnya kukang masuk dalam appendix II CITES yang berarti perdagangan internasionalnya diperbolehkan, termasuk penangkapan kukang dari alam.Dengan masuknya kukang dalam appendix I CITES, maka perdagangan internasional kukang semakin diperketat. Perdagangan kukang tidak boleh lagi hasil penangkapan dari alam, tapi harus hasil penangkaran. “Masuknya kukang dalam appendix I CITES ini akan memberi perlindungan yang lebih maksimal bagi kukang, sehingga kukang di alam akan lebih terjamin kelestariannya”, ujar Rosek Nursahid, Direktur ProFauna International dan pendiri ProFauna Indonesia.

Usulan kukang untuk naik menjadi appendix I ini dibawa oleh Kamboja dalam sidang CITES yang berlangsung tanggal 3 – 15 Juni 2007 di Hague, Belanda yang dihadiri lebih dari 150 negara, termasuk Indonesia. Indonesia sendiri telah merativikasi konvensi CITES ini sejak tahun 1978.
Kukang yang diperdagangkan secara illegalUsulan Kamboja untuk menaikan appendix kukang tersebut kemudian mendapat dukungan dari negara-negara Uni Eropa, India, Indonesia, Jepang, Laos, Thailand dan USA. ProFauna Indonesia yang juga menghadiri sidang CITES tersebut juga turut mendukung usulan Kamboja tersebut. Selain ProFauna, organisasi lain yang juga mendukung penaikan appendix I kukang tersebut adalah Species Survival Network (SSN), dan Asian Conservation Alliance Task Force.
Sebelumnya, ProFauna meluncurkan laporannya tentang perdagangan kukang di Indonesia yang sudah dalam taraf mengkuatirkan. Investigasi ProFauna menunjukan setiap tahunnya ada sekitar 6000 hingga 7000 ekor kukang yang ditangkap di alam untuk diperdagangkan di pasar burung dan sejumlah mall di Jawa. Kukang tersebut dijual seharga rata-rata Rp 150.000 per ekor. Di pasaran internasional harga seekor kukang bisa mencapai US$ 5000.