Puisi “Dusta” Mukhlis
Muhdan Bintang
.
DUSTA
Kabut di atas kepala
Dzikir hati, pekat malam sang Maha
Kita sama saja
Hina
Usang hingga tak perduli
Buram tak mendo’a
Rajah kemenyan anyir di pusara baqa
Semua buram berbalut anyaman dusta
Kabut Malam, 15 Mei 2012
Hati Tanya
Tanya kau adalah Tanya
Tapak melekat pada tapak
Alunan simponi perajah merajah jiwa
Bertanyalah pada keabsahan tanya?
Tanya kau adalah Tapa
Tapak melekat pada tapak
Alunan simponi perajah merajah jiwa
Bertanyalah pada keabsahan tanya?
Tanya kau adalah Tapa
Pusara Sengeda, 01 Januari 2013
-
Satu
Gersang sekali jiwa
Sepi sekali semua
Jika satu adalah muara dari kebersamaan
Kenapa harus ada dua?
Sepi sekali semua
Jika satu adalah muara dari kebersamaan
Kenapa harus ada dua?
Pusara
Bener Merie, 05 Me1
Mukhlis
Biodata:
Mukhlis Muhdan Bintang adalah Dosen Bahasa Inggris STAI GP dan Direktor Lembaga Pendidikan MMB Harvard Course. Sejak tahun 2010 dia sudah menulis puisi dan terinspirasi dari Gus Mus (penulis puisi sufi kondang nasional).
Mukhlis Muhdan Bintang adalah Dosen Bahasa Inggris STAI GP dan Direktor Lembaga Pendidikan MMB Harvard Course. Sejak tahun 2010 dia sudah menulis puisi dan terinspirasi dari Gus Mus (penulis puisi sufi kondang nasional).
- See more at: http://www.lintasgayo.com/24525/puisi-dusta-mukhlis-muhdan-bintang.html#sthash.pH7NQ5Oq.dpuf
PUISI "CINTA" M. ALI SURAKHMAN
coretan..........
22
April 2009 pukul 23:42
Khadijah
1….,
……langit biru memerah pudar jingga, tenggelam dalam gelap
Siang dan malam tak terasa terus berganti,
sunyi senyap…dalam oktah syair sang pengembara
lelah dalam penantian yang tiada akhir, ……
terpasung dalam lingkaran rantai perak, tembaga sang penempa…
tersepuh lahar Merapi, dan asin garam gelombang samudra….
Tertunduk aku di tengah karang, lesu memandang dalam gelombang buih sang ombak
Hempasan ombak, desiran angin, nyanyian camar, sirene mercusuar melengking
Terbentuk dalam instrument opera, tiada berpenonton..
Hanya kursi kosong bersusun penuh debu, lapuk… penuh kecoa…
Sang penyair tua kehilangan pena dan kertas, si pengembara kehilangan jejak
Nakhoda tiada berkapal, penempa tiada berpalu… sang satria tiada berpedang…
Teriakan di medan pertempuran tinggal legenda, cerita pengembaraan pupus ditelan waktu, api hati yang berkobar hampir padam, menjadi arang rapuh dan debu yang ditiup angin.
………..suatu masa pengembara tua kembali mencari jejak, dalam bingung dan ragu.
Letih dan dahaga tak kunjung sirna, diatas tunggul “Bulian” tua, rajawali memandang tajam sang pengembara, sampaikan pesan dalam gelombang…
Bunga dua puncak gunung, telah muncul dalam dingin samudra…..
Khadijah…., cahaya yang tiada padam, rindu pengembara akan senyummu..
Cuma cerita sang angin, dan melodi biola tua yang obati rindu….
Jambi 2009..
……langit biru memerah pudar jingga, tenggelam dalam gelap
Siang dan malam tak terasa terus berganti,
sunyi senyap…dalam oktah syair sang pengembara
lelah dalam penantian yang tiada akhir, ……
terpasung dalam lingkaran rantai perak, tembaga sang penempa…
tersepuh lahar Merapi, dan asin garam gelombang samudra….
Tertunduk aku di tengah karang, lesu memandang dalam gelombang buih sang ombak
Hempasan ombak, desiran angin, nyanyian camar, sirene mercusuar melengking
Terbentuk dalam instrument opera, tiada berpenonton..
Hanya kursi kosong bersusun penuh debu, lapuk… penuh kecoa…
Sang penyair tua kehilangan pena dan kertas, si pengembara kehilangan jejak
Nakhoda tiada berkapal, penempa tiada berpalu… sang satria tiada berpedang…
Teriakan di medan pertempuran tinggal legenda, cerita pengembaraan pupus ditelan waktu, api hati yang berkobar hampir padam, menjadi arang rapuh dan debu yang ditiup angin.
………..suatu masa pengembara tua kembali mencari jejak, dalam bingung dan ragu.
Letih dan dahaga tak kunjung sirna, diatas tunggul “Bulian” tua, rajawali memandang tajam sang pengembara, sampaikan pesan dalam gelombang…
Bunga dua puncak gunung, telah muncul dalam dingin samudra…..
Khadijah…., cahaya yang tiada padam, rindu pengembara akan senyummu..
Cuma cerita sang angin, dan melodi biola tua yang obati rindu….
Jambi 2009..
Naluriku,..selalu berkata "Kau Cintaku"
24 Mei 2010 pukul 21:15
Hampir
separoh jalan setapak berbatu ini kita lalui.
Dalam luka, canda, gairah asmara, baraan api kehidupan
Sampai detak detik saat ini,..kau cintaku
Yang selalu menemaniku dalam sepi dan baraan api,
serta rindu tak putus....
Dalam sekian ribu satu,..pristiwa perangku,..kau "Srikandi" yg berkuda itu.
Menemaniku dalam tiap tebasan-tebasan pristiwa detik sejarah kita
Kau popong aku saat, semangatku luruh.
Kau pacu kudamu, saat aku akan terbunuh
Dalam tangismu,..kau putihkan hatiku
Tiada kata-kata yg bisa terucap, yg hanya dapat kutelan sudah
Tiada goresan yg bisa kubuat, dalam tangan lemah renta ini
Cuma ada, "Sepenuh Naluri dan asa" Aku Cinta Kamu"
Dan itu yg bisa kupersembahkan buatmu di hari :miladmu"
"Hati, Jiwa, dan Ruhku berdoa ke Hadapan Rab,
Semoga kau selalu menjadi Mujahidah dan Bidadariku di Rumah-Nya.
(Kupersembahkan buat Sang Srikandi)
Dalam luka, canda, gairah asmara, baraan api kehidupan
Sampai detak detik saat ini,..kau cintaku
Yang selalu menemaniku dalam sepi dan baraan api,
serta rindu tak putus....
Dalam sekian ribu satu,..pristiwa perangku,..kau "Srikandi" yg berkuda itu.
Menemaniku dalam tiap tebasan-tebasan pristiwa detik sejarah kita
Kau popong aku saat, semangatku luruh.
Kau pacu kudamu, saat aku akan terbunuh
Dalam tangismu,..kau putihkan hatiku
Tiada kata-kata yg bisa terucap, yg hanya dapat kutelan sudah
Tiada goresan yg bisa kubuat, dalam tangan lemah renta ini
Cuma ada, "Sepenuh Naluri dan asa" Aku Cinta Kamu"
Dan itu yg bisa kupersembahkan buatmu di hari :miladmu"
"Hati, Jiwa, dan Ruhku berdoa ke Hadapan Rab,
Semoga kau selalu menjadi Mujahidah dan Bidadariku di Rumah-Nya.
(Kupersembahkan buat Sang Srikandi)
Jambi, 2009
No comments:
Post a Comment