Pada tahun 1939 Van der Hoop mengumpulkan temuan permukaan berupa alat serpih obsidian di sekitar Danau Gadang Estate, dekat Danau Kerinci. Menurut van Heekeren, alat serpih dari tepi danau tersebut lebih besar daripada alat serpih bilah dari gua-gua di Merangin (1972:139). Alat serpih tersebut termasuk mikrolit, tetapi bentuknya tidak geometris seperti alat mikrolit pada umumnya (Soejono,1993:182).
Dataran tinggi Kerinci dapat dikatakan merupakan kawasan pedalaman yang jauh dari jalur perdagangan maritim. Selain itu juga bergunung-gunung dan berbukit-bukit dengan sungai-sungai bertebing terjal, sehingga menghambat mobilitas horisontal. Namun, ternyata kawasan tersebut tidak benar-benar terisolasi. Museum Nasional Jakarta mengumpulkan temuan lepas dari Kerinci berupa tiga buah benda keramik Cina dari dinasti Han (abad ke-1 – 3 M). Menurut Abu Ridho, ketiga benda keramik tersebut berupa bejana penjenazahan dari dinasti Han (abad 1 – 2 M), mangkuk sesaji dari dinasti Han (abad ke-1 – 3 M), dan guci tempat anggur bertutup dari dinasti Han (abad 1 – 2 M) (1979:105 – 118). Pengaruh kebudayaan Hindu-Buda pun hampir tidak terlihat di Kerinci dan Merangin. Hingga kini belum ditemukan situs-situs Hindu-Buda di kedua wilayah tersebut, tetapi di Kerinci ditemukan arca lepas berupa dua buah arca Boddhisattwa perunggu berukuran kecil (tinggi 16 cm) (Schnitger,1937:13).
Dataran tinggi Kerinci dapat dikatakan merupakan kawasan pedalaman yang jauh dari jalur perdagangan maritim. Selain itu juga bergunung-gunung dan berbukit-bukit dengan sungai-sungai bertebing terjal, sehingga menghambat mobilitas horisontal. Namun, ternyata kawasan tersebut tidak benar-benar terisolasi. Museum Nasional Jakarta mengumpulkan temuan lepas dari Kerinci berupa tiga buah benda keramik Cina dari dinasti Han (abad ke-1 – 3 M). Menurut Abu Ridho, ketiga benda keramik tersebut berupa bejana penjenazahan dari dinasti Han (abad 1 – 2 M), mangkuk sesaji dari dinasti Han (abad ke-1 – 3 M), dan guci tempat anggur bertutup dari dinasti Han (abad 1 – 2 M) (1979:105 – 118). Pengaruh kebudayaan Hindu-Buda pun hampir tidak terlihat di Kerinci dan Merangin. Hingga kini belum ditemukan situs-situs Hindu-Buda di kedua wilayah tersebut, tetapi di Kerinci ditemukan arca lepas berupa dua buah arca Boddhisattwa perunggu berukuran kecil (tinggi 16 cm) (Schnitger,1937:13).
Keramik Cina dari dinasti Sung (960 – 1270 M) banyak ditemukan di dataran tinggi Kerinci, dan daerah lembah kaki Gunung Raya . Temuan tersebut membuktikan bahwa ketika di dataran rendah Jambi berkembang pesat kerajaan Malayu bercorak budis, di dataran tinggi Jambi bertahan kehidupan bercorak tradisi megalitik. Bahkan tradisi megalitik di dataran tinggi Kerinci bertahan hingga kedatangan Islam. Tradisi megalitik di kawasan tersebut tampaknya baru berakhir pada abad ke-18,
Masyarakat bercorak tradisi megalitik di dataran tinggi Kerinci mungkin sekali menghuni lahan di sekitar batu monolit yang mempunyai nama lokal batu gong, batu bedil atau batu larung. Bukti-bukti hunian di sekitar batu megalitik ditemukan dalam ekskavasi Bagyo Prasetyo tahun 1994 di Bukit Talang Pulai, Kerinci . Tinggalan artefak menonjol di situs megalit adalah pecahan tembikar yang merupakan bukti pemukiman.
Kehidupan bercorak megalitik di dataran tinggi Kerinci telah mengenal pula penguburan dengan wadah tempayan tanah liat sebagaimana di dataran tinggi Sumatera Selatan (lihat Soeroso,1998). Di desa Renah Kemumu, Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin, ditemukan tinggalan megalit di Bukit Batu Larung, tetapi juga puluhan tempayan tanah liat insitu di suatu tempat yang berjarak sekitar 1 kilometer dari megalit. Keadaan tinggalan tempayan-tempayan tersebut tidak utuh karena pengaruh erosi dan aktivitas manusia sekarang yang menghuni situs tersebut. Melalui analisis C-14 yang dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, arang yang ditemukan dalam tempayan diketahui berumur 810 ± 120 BP (tahun 1020 -- 1260 M). Sementara itu, situs Bukit Batu Larung berumur 970 ± 140 BP (tahun 840 -- 1120).
Masyarakat bercorak tradisi megalitik di dataran tinggi Kerinci mungkin sekali menghuni lahan di sekitar batu monolit yang mempunyai nama lokal batu gong, batu bedil atau batu larung. Bukti-bukti hunian di sekitar batu megalitik ditemukan dalam ekskavasi Bagyo Prasetyo tahun 1994 di Bukit Talang Pulai, Kerinci . Tinggalan artefak menonjol di situs megalit adalah pecahan tembikar yang merupakan bukti pemukiman.
Kehidupan bercorak megalitik di dataran tinggi Kerinci telah mengenal pula penguburan dengan wadah tempayan tanah liat sebagaimana di dataran tinggi Sumatera Selatan (lihat Soeroso,1998). Di desa Renah Kemumu, Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin, ditemukan tinggalan megalit di Bukit Batu Larung, tetapi juga puluhan tempayan tanah liat insitu di suatu tempat yang berjarak sekitar 1 kilometer dari megalit. Keadaan tinggalan tempayan-tempayan tersebut tidak utuh karena pengaruh erosi dan aktivitas manusia sekarang yang menghuni situs tersebut. Melalui analisis C-14 yang dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, arang yang ditemukan dalam tempayan diketahui berumur 810 ± 120 BP (tahun 1020 -- 1260 M). Sementara itu, situs Bukit Batu Larung berumur 970 ± 140 BP (tahun 840 -- 1120).
Banyak misteri yang belum terungkap di lembah Kerinci, ada suatu mata rantai terputus yang belum ditemukan oleh para ahli archelogy dan history, yang hanya mendapati sebagian dari bukti perjalanan peradaban, karena mata rantai tersebut sangat terkait dengan tradisi yang masih hidup dalam masyarakat sekarang, pola hidup yang membentuk karateristik masyarakat itu sendiri. (..... kita akan bahas lagi minggu depan)